Cerita ini hanya fiktif belaka. Selamat membaca ^^
Aku kesal saat melihat pangeran impianku berjalan berdua dengan wanita yang paling kubenci. Ya, ku akui mereka memang cocok. Sang wanita begitu cantik, namun sang pria pun tak kalah menarik.
Aku kesal saat melihat pangeran impianku berjalan berdua dengan wanita yang paling kubenci. Ya, ku akui mereka memang cocok. Sang wanita begitu cantik, namun sang pria pun tak kalah menarik.
" Huh dasar! Semua pria sama aja. Selalu fisik yang mereka liat " dengusku sebal sambil berlalu mencari jalan lain, agar tak berpapasan dengan pasangan yang membuatku tak enak hati.
Pasti kalian menjudge aku iri hati dengan wanita cantik itu. Apa? iri? Enggaklah! Enggak salah maksudku. Tapi yang harus kalian catat, aku iri dengannya bukan karena dia cantik dan mempunyai fisik bak Barbie, tapi aku iri karena wanita itu bisa dekat dengan pangeran impianku. Masalah kecantikannya aku gak peduli, karena bagiku semua wanita itu cantik dengan caranya sendiri, Tapi sayangnya rumus ini tak berlaku bagi pria. Karena para pria selalu menganggap wanita cantik adalah wanita yang secara fisik cantik bak Barbie.
Ya, tapi ku akui juga, bahwa diriku pun begitu mengagumi pria dengan fisik bak pangeran. Tapi bagiku itu hanya nilai tambah, karena yang utama itu sikap serta pemikirannya. Karena percuma ganteng tapi fikirannya kosong ditambah sikapnya brengsek.
Rasa kesalku makin memuncak saat memasuki kelas. Mataku sakit melihat pemandangan di depanku. Ralat! Bukan mata, tapi mungkin hati.
"haha.. bodoh! Buat apa tadi aku jauh-jauh nyari jalan lain supaya gak melihat mereka. Tapi aku tak bisa memungkiri kenyataan bahwa aku sekelas dengan mereka" ucapku dalam hati sambil berjalan ke dalam kelas mencari tempat duduk.
Sepertinya hari ini memang hari sialku. Kenapa dosen killer itu membuatku harus satu kelompok dengan pasangan yang daritadi membuatku badmood. Mungkin kalian bakal bicara gak usah panik keless.. ini bukan masalah besar. Oh no! Masalahnya adalah satu kelompok itu cuma bertiga, aku, pangeranku dan si Barbie menyebalkan. Kalau berempat atau berlima sih mending. Aku punya temen kalau mereka mendadak pacaran. Errr.. menyebalkan.
" Sya, gimana? setuju gak kalau kerja kelompoknya di rumah Raka? Sya, Tasya Hei... ". Lamunanku terganggu saat mendengar suara merdu seseorang.
" Ah... iya, iya apa tadi?" tanyaku pada Indri sesaat setelah sadar. Ternyata yang mengganggu lamunanku tadi Indri Si Barbie menyebalkan.
" Makanya jangan ngelamun aja. Kesambet baru tau rasa" ucap Raka sambil menjitak kepalaku.
" Apaan sih bego! Sakit tau" Protesku pada Raka.
" Huh.. Sayangku.. Sakit ya? Sini-sini" ucap Raka sambil mengelus rambut panjangku. Aku tak kuat dengan tatapan matanya, yang menatapku penuh rasa sayang, pikirku mulai mengada-ngada.
" Huah... Mamah.. tolong anakmu ini. Jantung ini gak mau diem" ucapku dalam hati sambil berdo'a Raka gak mendengar suara jantungku yang berdetak cukup keras ini.
Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku dan Raka seperti cukup akrab dan dekat? sebenarnya aku tak ingin menjawabnya, karena jawabannya begitu miris. Raka memang bukan sosok pria yang dingin dan cuek, dia cenderung humble dan easy going dengan semua orang baik pria maupun wanita. Sudah biasa mendengar dia memanggil teman wanita di kelas dengan panggilan sayang. Tapi dia memang lebih dekat dengan Indri. Fakta yang begitu menyebalkan bagiku.
" Udah ah.. Jadi gimana sya? setuju kan kerja kelompoknya di rumah Raka?" tanya Indri memotong adegan romantisku dengan Raka.
" Apa? Rumah Raka?? Gak!" jawabku heboh. "Oh no! Rumah Raka! Aku belum siap ketemu calon mertua" pikirku ngawur.
" Apaan sih loe! heboh banget. Cuma dateng ke rumah gue bukan rumah presiden" timpal Raka.
Akhirnya aku harus menerima keputusan bahwa setelah pulang kampus kita langsung menuju rumah Raka untuk mengerjakan tugas kelompok. Dan ya, sekaramg aku, Raka dan Indri sudah ada di ruang keluarga rumah Raka.
" Aku pulang aja ah.. malesin! ini kan kerja kelompok, tapi kok cuma aku yang ngerjain. Kalian malah asyik ngobrol" Protesku pada Raka dan Indri.
" Yah... jangan dong sya. Aku bukannya gak mau bantu, tapi aku gak ngerti hehe" ucap Indri cengengesan. Ya, satu kelebihanku dengannya. Aku lebih pintar dibanding dirinya. Kalian harus maklum lah. Dia kan Barbie. Barbie kan cuma boneka yang gak punya otak. Kaya Indri. Upss.. keceplosan. wakwaw!
" Janganlah sya, kan tugasnya belum selesai. Loe kerjain dulu entar gue yang ngecek dan benerin kalau ada yang salah" timpal Raka. Ku akui Raka memang pintar, dan aku suka dengan kenyataan itu.
" Apaan enak di loe gak enak di gue. Nih ah.. kerjain. udah males ah" ucapku pada Raka sambil menyerahkan laptop yang menampilkan tugas yang daritadi kukerjai.
Saat Raka sibuk dengan laptopnya, aku pun mulai wisata kuliner dengan makanan-makanan ringan yang tadi diantar oleh calon mertua.
" Loe laper apa doyan? buset dah! perasaan tadi ini kueh masih banyak deh, kok sekarang abis?" ucap Raka mengomentari diriku yang pada dasarnya doyan ngemil.
" Makanan itu buat dimakan, bukan buat dianggurin. So? masalah?" ucapku.
" Ya tapikan, biasanya cewek itu sangat amat menjaga penampilan. Mereka selalu membatasi apa yang mereka makan. Jangan sampai membuat berat badan mereka gak ideal. Seperti Indri tuh. Cantik, badannya ideal dan gak blangsakan kaya loe" terang Raka dengan entengnya. Aku tau Raka bercanda, namun entah kenapa kali ini aku begitu sensitif.
Oke, aku mulai gerah dengan ucapan Raka. Tanpa harus dia jelasin aku pun tahu bahwa aku tak sebanding dengan Indri. Tapi semua orang berhak memilih hidupnya sendiri. Semua wanita ingin cantik, tapi tak semua orang bisa. Aku juga ingin mempunyai tubuh yang ideal, tapi aku gak kuat nahan sakit karena ingin cantik.
" Gue paling gak suka dibandingin. Gue ya gue. Dan loe gak usah ngomentarin hidup gue. Karena loe juga bukan siapa-siapa gue" ucapku dengan nada sinis. Aku memandang Raka tajam, ada kilat kecewa dimatanya. Aku mulai tak tahan dengan keadaan ini, aku akan mundur dengan sendiri. Menyadari bahwa diriku tak sebanding denganmu. Aku mengambil tasku dan mulai beranjak meninggalkan ruangan ini. Aku tak tahan, aku ingin menangis.
Hujan menyambutku saat aku keluar dari rumah Raka. Air mataku mulai turun bersaing dengan air hujan. Aku mendengar langkah kaki mengikutiku. "Apa salah kalau aku tidak cantik seperti Barbie? Tidak kan? Tak ada satupun wanita yang tak ingin cantik dan mempunyai tubuh ideal seperti Barbie. Tapi dunia pun tahu, sesempurna apapun Barbie dia tetap seorang boneka yang tidak mempunyai akal dan fikiran. Begitupun wanita pada umumnya. Tidak semuanya sempurna" ucapku dengan suara lirih, tapi aku tahu seseorang dibelakangku mendengarnya.
Aku merasakan pelukan dibelakangku. Dari aroma tubuhnya saja, aku tahu siapa dia. " Dan apakah aku yang tidak secantik barbie ini juga tidak boleh mencintaimu?" aku bertanya padanya. "haha bodoh! Untuk apa bertanya sesuatu yang sudah kutau jawabannya" ucapku sambil mengusap air mataku yang tiadak berhenti turun.
" Lepasin ka.." pintaku pada Raka. Aku tidak kuat, bila dia tidak melepaskan pelukannya pasti aku akan terus berharap padanya.
Aku merasakan Raka menggeleng menjawab permintaanku. " Maaf jika perkataanku menyakitimu. Tapi aku juga kecewa mendengarmu mengucapkan bahwa aku bukan siapa-siapamu. Apakah perhatianku selama ini padamu tidak berarti apa-apa. Apakah tak cukup rasa ini aku wujudkan hanya dalam sikap tanpa sebuah perkataan" ungkap Raka.
" Maksudmu apa ka?" tanyaku padanya sambil berusaha membalikan badanku padanya.
" I Love You" bisik Raka ditelingaku.
" Apa? aku gak denger ka?" tanyaku memastikan bahwa aku tidak salah dengar.
" Tidak ada siaran ulang" ucap Raka.
Aku memandang matanya. Mencari keseriusan disana. Sadar aku menatapnya, Raka menunduk. Sekilas aku melihat pipinya memerah. Melihat itu, senyum mulai terbit diwajahku yang memanas mengetahui bahawa rakapun mempunyai perasaan sepertiku.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar